Mmm... cinta! Menurutku, Sekalipun cinta telah kuuraikan dan kujelaskan panjang lebar. Namun jika cinta kudatangai, aku jadi malu pada keter...
Mmm... cinta! Menurutku,
Sekalipun cinta telah kuuraikan dan kujelaskan panjang lebar.
Namun jika cinta kudatangai, aku jadi malu pada keteranganku sendiri.
Meskipun lidahku telah mampu menguraikan dengan terang.
Namun tanpa lidah, cinta ternyata lebih terang
Sementara pena begitu tergesa-gesa menuliskannya
Kata-kata pecah berkeping begitu sampai kepada cinta
Dalam menguraikan cinta, akal terbaring tak berdaya
Bagaikan keledai terbaring dalam lumpur
Cinta sendirilah yang menerangkan cinta
Dan percintaan!
Jangan salah sangka dulu puisi diatas adalah karanganku, potongan kayak aku ini gak pinterlah kalo nulis puisi. Yang aku tulis di atas adalah petikan puisi Jalaludin Rumi, penyair sufi yang terkenal dari Timur Tengah itu, dalam Diwan Shamsi Tabriz yang diterjemahkan oleh Abdul HadiW.M dan dikutip oleh Habiburrahman El-Shirazy dimasukkan ke dalam novel terbarunya "Ketika Cinta Bertasbih 2" (KCB 2). Pada cerita novel, puisi tersebut diucapkan oleh seorang perempuan dengan nama pena 'Bintun Nahl' pada saat mengadakan bedah buku "Menari Bersama Ombak"nya Ayatul Husna, adik Khairul Azzam, tokoh utama pada KCB.
Tentu, kaliaan juga sudah pada tahu kalau penulis yang juga sering disebut Kang Abik ini adalah penulis Novel Fenomenal "Ayat-Ayat Cinta" (AAC) yang sudah difilmkan itu. Kalau Anda belum tahu, saya bilang : "Anda kan blogger, mosok ndak tahu???? "
Sabtu kemarin, sehabis pulang dari kerja, saya menuju ke Kwitang yang menurut Antobilang (Antobilang adalah "Anto bilang", bukan Antoku, Antomu, Anti bilang, apalagi Anto diam :D ), "Kwitang mengingatkan neng Dian pada film A2DC". Sesampai di Kwitang saya langsung menuju ke kios buku, tempatnya agak masuk ke dalam, menurut teman saya, kios tersebut adalah yang termurah. Sesampai disitu, saya lihat-lihat dulu buku yang akan saya beli, masih belum ketemu. Tanpa sengaja, mata saya tertuju pada buku dengan cover masjid berwarna hijau muda berjudul "Ketika Cinta Bertasbih Episode 2". Ahaaa... tanpa dinyana, novel yang telah lama saya tunggu keluarnya ini ternyata keluar juga. Langsung saya ambil buku itu dan membeli dengan harga Rp. 25.000. (kurang tau berapa harga di Gramedia). Setelah itu cari-cari dan tanya ke penjual, akhirnya yang satunya membeli buku "Fiqih Lima Mahzab" Karya Muhammad Jawad Mughniyah, hmmm...berat juga ya. hihihi
Sesampai di rumah, saya langsung membaca Novel KCB 2. Saya sudah membaca Novel KCB 1, sehingga buku ini menjadi penawar rasa penasaran saya akan kelanjutan cerita dari novel episode pertama. Menurut saya, Novel KCB episode 1 itu sangat bagus, two thumb up dech. Novel ini dulunya saya beli secara iseng saja secara saya memang kurang suka baca novel. Ehhh...baca novel tersebut, persepsi saya menjadi berubah menjadi suka baca novel. Novel tersebut juga memiliki catatan rekor tersendiri bagi saya, dimana saya bisa menyelesaikan Novel dengan ketebalan 500an halaman bisa rampung hanya dalam dua hari! Baca buku setebal 500an halaman biasanya mungkin bisa rampung dalam seminggu sampai sebulan. hehehe.
Berbeda dengan novel AAC yang menggunakan gaya penulisan "subjek" atau "aku" dan cerita novel tersentral pada tokoh utama Fachri, sosok pemuda salaf di era modern yang hampir perfect. Novel KCB adalah benar-benar kebalikan dari AAC. Gaya penulisan lebih ke "objek" dan cerita novel lebih kompleks. Walaupun tokoh utama adalah Azzam, tapi tokoh-tokoh yang lain juga memiliki peran penting dan memiliki hubungan satu dengan yang lainnya. Kalau Fachri AAC adalah tokoh perfect, Azzam dibuat menjadi sebaliknya. Mahasiswa yang kuliah bertahun-tahun tidak lulus S1 di Cairo karena nyambi jualan bakso dan tempe. Fachri adalah tokoh sentral berprestasi yang membuat hampir setiap wanita jatuh cinta padanya. Sementara Azzam secara akademik memang kurang berprestasi sehingga kurang dikenal, dikenalnya ya sebagai penjual tempe dan bakso. Namun, sisi enterpreneurship memang terasa sangat kuat pada novel dwilogi KCB ini.
AAC dan KCB memiliki kesamaan sebagai novel religius atau dakwah dengan cerita yang tidak mudah ditebak. Tentu berbeda dengan sinetron atau film India yang mudah ditebak jalan ceritanya. Ada banyak hal tak terduga di sana. Banyak pelajaran atau kaidah-kaidah fikih yang menjadi bagian dari cerita. Banyak motivasi di sana, banyak keharuan.
Bagi Anda yang sudah membaca KCB 1 dan penasaran akan kelanjutan cerita tokoh-tokohnya, semua terjawab sudah di KCB 2. Seperti di film "30 Hari Mencari Cinta", Azzam sampai beberapa kali mencari pasangan yang tepat untuk mendampingi dirinya menikah. Berkali-kali berikhtiar, selalu saja ada masalah hingga sudah menemukan gadis yang mau diajak nikah dan tinggal menunggu beberapa hari lagi melangsungkan akad pernikahan. Tiba-tiba, Azzam ditabrak bus ugal-ugalan di Jalan Solo-Jogja yang mengakibatkan ibu tercintanya meninggal dunia, Azzam sendiri patah kaki dan perlu setahun untuk penyembuhan. Calon istri yang sebenarnya setia menunggu harus menerima kenyataan dinikahkan orang tuanya dengan laki-laki lain. Selalu saja ada halangan, usaha Bakso yang telah dirints dan mulai berkembang juga kena fitnah sehingga menjadi sepi pembeli. Tapi Azzam adalah enterpreneur sejati sehingga memiliki solusi bisnisnya secara profesional dan bisnisnya menjadi berkembang pesat.
Setelah pasrah mencari jodoh dan menyerahkan urusannya kepada Pak Kyai untuk dijadikan jodoh yang tepat, secara tak terduga, dia menemukan jodoh yang sebenarnya dari dulu sangat diidamkannya. Akhirnya, menikahlah Azzam dan wanita itu dengan bahagia, dan cinta pun bertasbih. . . . .
Siapakah dia? Baca saja novelnya :-)
Sayang sekali, pada novel KCB 2 yang saya beli. Ada beberapa kesalahan yang bersifat teknis. Diantaranya adalah ada beberapa halaman yang hilang langsung meloncat ke beberapa halaman berikutnya. Kemudian masih ada beberapa salrh kctik yang mengurangi kenyamanan membaca. Novel karya kang Abik memang mengasyikkan, yang menggabungkan fakta lokasi-lokasi maupun suasana dalam novel dengan fiktif tokoh-tokoh yang ada dalam novel. Penuh dengan nilai dakwah dan motivasi yang menyatu dalam cerita novel, namun tidak terasa menggurui. Bahasa yang digunakan juga simpel sehingga mudah dimengerti bagi orang yang awam sastra macam saya ini.
Overall, novel dwilogi KCB (episode 1 & 2) ini sangat bagus. Recommended.
Tentu, masih ada kekurangan di sana sini sehingga saya merasa perlu memberikan penghargaan berupa rating : Bintang 4 dari 5.
Buat kang Abik, selamat atas karya-karya novelnya yang inspiratif, teruslah berkarya. Buat saya, kapan ya bisa nulis novel . . . .
Buat blogger yang mau pinjem novel, saya bilang "Anda kan blogger, mosok masih suka minjem ????." :lol:
COMMENTS