Saat ini, pelanggan telekomunikasi di Indonesia kurang lebih 110 juta. Jumlah yang sangat besar tentunya. Walaupun tidak bisa menyimpulkan b...
Saat ini, pelanggan telekomunikasi di Indonesia kurang lebih 110 juta. Jumlah yang sangat besar tentunya. Walaupun tidak bisa menyimpulkan bahwa 110 juta pelanggan itu sama dengan 110 juta orang. Karena saat ini sudah sangat lumrah menjalankan praktek "poligami" pada kartu selular. Satu orang biasa memiliki dua atau tiga nomor yang pada umumnya kombinasi GSM dan CDMA.
Melihat potensi yang sedemikian besar apalagi masih banyak yang belum memiliki ponsel, tidak pelak lagi para operator saling memasang muka paling manis untuk merayu pelanggan dengan berbagai cara. Berbagai trick marketing gimmick pun dilakukan untuk menarik pelanggan. Dan ternyata trick macam beginian terbukti cukup sukses, paling tidak untuk saat ini.
Banyak sekali pelanggan yang menggunakan suatu kartu tertentu karena dari iklan tersebut. Mereka akan merasa sangat nyaman atau senang jika menggunakan kartu yang diklaim paling murah. Padahal semua juga menyatakan paling murah, menurut versi mereka sendiri-sendiri.
Tapi tidak sedikit juga yang akhirnya kebingunga mau memakai kartu apa. Terbukti juga saya memiliki beberapa teman yang kelihatannya "tidak memiliki prinsip". Kemarin menggunakan kartu A, sekarang menggunakan kartu B, besok menggunakan kartu C. Saya juga sering ditanyai kartu apa yang paling murah?
Berikut ini adalah contoh promo mereka :
Contoh perang tarif yang nyata adalah pada gambar yang sempat diabadikan mas Puji "Jalan Sutera" seperti di bawah ini:

Kebanyakan pengguna menelan mentah mentah suatu iklan. Padahal banyak syarat dan ketentuan berlaku agar bisa menikmati tarif tersebut. DI iklan yang ada di koran, televisi atau baliho seringkali tidak disebutkan syarat tersebut.
Ini tentu bisa dimaklumi karena keterangan detail hanya terdapat di website resmi operator tersebut. Padahal mayoritas penduduk Indonesia masih buta internet.
Berbeda dengan Anda para blogger yang setiap hari selalu bergumul dengna yang namanya internet. Check email, blogwalking, browsing, chatting adalah beberapa aktivitas wajib dengan alasan mungkin mengikut gaya atau pekerjaan.
Blogger yang sudah sangat familiar dengan rimba internet tentu tidak akan kesulitan jika hanya pergi ke situs resmi operator mengecek tarif atau syarat ketentuan berlaku. Sehingga Anda bisa memutuskan akan menggunakan kartu yang benar benar sesuai dengan kebutuhan Anda. Misalnya saya yang penggunaan SMS maupun teleponnya tidak terlalu sering, tapi hampir tiap ada waktu selalu online memilih menggunakan kartu yang menurut saya "worthed".
Blogger sering diidentikkan serba tahu oleh sebagian orang. Sehingga kemungkinan iklan-iklan murahan yang ditawarkan oleh operator tidak akan berimbas banyak. Tarif dasar telekomunikasi seperti telepon dan SMS sudah bukan hal yang utama lagi. Yang dibutuhkan tentu value added service yang memuaskan, layanan seperti internet tentu merupakan hal wajib bagi blogger.
JIka mayoritas penduduk Indonesia adalah blogger, bisa dipastikan iklan yang tampil akan lebih cerdas lagi. Tidak lagi bersaing di level kelas bawah seperti sekarang ini. Ya karena saat ini pelanggan yang dibidik adalah kelas bawah yang sangat potensial walaupun efeknya akan mengurangi ARPU (Average Revenue Per User).
Tapi itu kan masih andaikan, berandai andai saja jika mayoritas penduduk Indonesia adalah blogger. Mungkinkah ini terjadi? Mungkin sekali, tapi kapan? Beban berat ini akan terasa ditanggung oleh Baginda Anangku yang telah didaulat sebagai "Nabi Blogger" oleh Cahandong Ndoyokarto. Tentu kita juga berkewajiban membantu beliau menyebarkan paham atau ajaran "blogisme" ini ke setiap manusia.
Melihat potensi yang sedemikian besar apalagi masih banyak yang belum memiliki ponsel, tidak pelak lagi para operator saling memasang muka paling manis untuk merayu pelanggan dengan berbagai cara. Berbagai trick marketing gimmick pun dilakukan untuk menarik pelanggan. Dan ternyata trick macam beginian terbukti cukup sukses, paling tidak untuk saat ini.
Banyak sekali pelanggan yang menggunakan suatu kartu tertentu karena dari iklan tersebut. Mereka akan merasa sangat nyaman atau senang jika menggunakan kartu yang diklaim paling murah. Padahal semua juga menyatakan paling murah, menurut versi mereka sendiri-sendiri.
Tapi tidak sedikit juga yang akhirnya kebingunga mau memakai kartu apa. Terbukti juga saya memiliki beberapa teman yang kelihatannya "tidak memiliki prinsip". Kemarin menggunakan kartu A, sekarang menggunakan kartu B, besok menggunakan kartu C. Saya juga sering ditanyai kartu apa yang paling murah?
Berikut ini adalah contoh promo mereka :
- Hari ini saya baru baca di koran, IM3 meluncurkan tarif baru per detik yang mirip bebas yaitu Rp. 0,01 per detik ke lebih dari 110 juta pelanggan di Indonesia. Pada iklan tertulis Rp. 15/detik untuk 90 detik pertama ke sesama Indosa, sesudah itu tarif Rp. 0.01 per detik. Ke operator lain Rp. 25/detik untuk 90 detik pertama, setelah itu Rp. 0.01/ detik
- XL Bebas tentu sudah pada tahu meluncurkan tarif Rp. 0,1 per detik ke semua operator. Itupun berlaku setelah menit ke 2,5. Iklannya pun cukup lucu yaitu akan kawin dengan monyet jika tarif ke semua operator itu murah. Berarti pengguna IM3 dan Bebas berpotensi akan kawin dengan monyet ? :lol:
- SimPATI juga sudah pada tahu kalau baru saja mengeluarkan simpati pede atau per detik. Tarifnya 0,5 ke seluruh pengguna Telkomsel setelah menit ke satu.
- Three menawarkan tarif gratis SMS ke sesama pengguna dan Rp. 1/menit ke sesama operator jam 1 malam sampai jam 1 siang maksimal 1 jam. Iklannya sering menampilkan anak SD, berarti yang menggunakan Three itu identik dengan anak SD? :lol:
- Mentari mengeluarkan promo gratis bicara satu menit pertama. Itupun untuk di Jawa hanya berlaku untuk panggilan lokal pada Mentari Hebat berlima. Promo lain yang masih ada adalah Free Talk dan Free SMS tiap beli pulsa.
- Esia lebih suka membandingkan dengan operator GSM dengan tagline "Operator GSM Mahal berlagak Murah". Tapi kalau mau berani jujur, Esia juga ternyata tidak murah murah amat. Banyak yang merasa terjebak ketika harus menelepon satu jam untuk mendapatkan tarif Rp. 1000 / jam karena di menit 50an saja sudah putus, "Jadinya mahal deh," ejek Flexi pada iklannya.
- Dan seterusnya banyak sekali. . . . . .
Contoh perang tarif yang nyata adalah pada gambar yang sempat diabadikan mas Puji "Jalan Sutera" seperti di bawah ini:
Kebanyakan pengguna menelan mentah mentah suatu iklan. Padahal banyak syarat dan ketentuan berlaku agar bisa menikmati tarif tersebut. DI iklan yang ada di koran, televisi atau baliho seringkali tidak disebutkan syarat tersebut.
Ini tentu bisa dimaklumi karena keterangan detail hanya terdapat di website resmi operator tersebut. Padahal mayoritas penduduk Indonesia masih buta internet.
Berbeda dengan Anda para blogger yang setiap hari selalu bergumul dengna yang namanya internet. Check email, blogwalking, browsing, chatting adalah beberapa aktivitas wajib dengan alasan mungkin mengikut gaya atau pekerjaan.
Blogger yang sudah sangat familiar dengan rimba internet tentu tidak akan kesulitan jika hanya pergi ke situs resmi operator mengecek tarif atau syarat ketentuan berlaku. Sehingga Anda bisa memutuskan akan menggunakan kartu yang benar benar sesuai dengan kebutuhan Anda. Misalnya saya yang penggunaan SMS maupun teleponnya tidak terlalu sering, tapi hampir tiap ada waktu selalu online memilih menggunakan kartu yang menurut saya "worthed".
Blogger sering diidentikkan serba tahu oleh sebagian orang. Sehingga kemungkinan iklan-iklan murahan yang ditawarkan oleh operator tidak akan berimbas banyak. Tarif dasar telekomunikasi seperti telepon dan SMS sudah bukan hal yang utama lagi. Yang dibutuhkan tentu value added service yang memuaskan, layanan seperti internet tentu merupakan hal wajib bagi blogger.
JIka mayoritas penduduk Indonesia adalah blogger, bisa dipastikan iklan yang tampil akan lebih cerdas lagi. Tidak lagi bersaing di level kelas bawah seperti sekarang ini. Ya karena saat ini pelanggan yang dibidik adalah kelas bawah yang sangat potensial walaupun efeknya akan mengurangi ARPU (Average Revenue Per User).
Tapi itu kan masih andaikan, berandai andai saja jika mayoritas penduduk Indonesia adalah blogger. Mungkinkah ini terjadi? Mungkin sekali, tapi kapan? Beban berat ini akan terasa ditanggung oleh Baginda Anangku yang telah didaulat sebagai "Nabi Blogger" oleh Cahandong Ndoyokarto. Tentu kita juga berkewajiban membantu beliau menyebarkan paham atau ajaran "blogisme" ini ke setiap manusia.
COMMENTS