Hari ini tanggal 20 Mei 2008. Jika merunut pada buku-buku sejarah ketika sekolah, maka sekarang kita memperingati 100 tahun kebangkitan nasi...
Hari ini tanggal 20 Mei 2008. Jika merunut pada buku-buku sejarah ketika sekolah, maka sekarang kita memperingati 100 tahun kebangkitan nasional (Harkitnas). Karena pada tanggal 20 Mei 1908 lahirlah organisasi Boedhi Oetomo yang diprakarsai oleh mahasiswa kedokteran STOVIA. Peringatan 100 Tahun Harkitnas ini pun dirayakan secara besar-besaran.
Peringatan Harkitnas ini juga mengingatkan pada era Orde Baru, yaitu seluruh stasiun televisi di Indonesia baik nasional maupun lokal menyiarkan acara secara serempak. Bahkan radio-radio swasta juga akan menyiarkan acara yang digelar di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta ini.
Event ini sedianya akan diikuti oleh lebih dari 100.000 orang pengunjung dan pengisi acara yang diperkiarakan akan memecahkan rekor MURI dan menjadi perhelatan terbesar dalam sejarah di Indonesia. Seperti yang diungkapkan Mas Satrio Arismunandar, event ini akan menjadi suatu perhelatan terbesar dalam sejarah di Indonesia. Jika dibandingkan dengan event di luar negeri, mungkin hanya kalah oleh acara pembukaan Olimpiade Sydney. Wow! Luar Biasa!
Entahlah, berapa biaya yang dikeluarkan untuk membiayai mega event ini berapa jumlahnya. Tapi memang, demi yang namanya pesta atau perayaan, berapapun biayanya bukanlah menjadi masalah. Bukankah pesta itu untuk bersenang-senang? Bukankah setiap orang menyukai bersenang-senang? Bukankah demi kesenang-senangan itu, sudah biasa mengeluarkan biaya yang besar? Jadi kalau ada perayaan besar-besaran, tidak perlu protes, ikut menikmati sajalah.
Kembali lagi ke pembahasan Kebangkitan Nasional yang merujuk ke Boedhi Oetomo. Ada hal yang menarik ketika saya iseng-iseng cari di internet. Seperti di Wikipedia, disebutkan bahwa ada awalnya, para pemuda itu berjuang untuk penduduk yang tinggal di Pulau Jawa dan Madura, yang untuk mudahnya disebut saja suku bangsa Jawa.
Mereka mengakui bahwa mereka belum mengetahui nasib, aspirasi, dan keinginan suku-suku bangsa lain di luar Pulau Jawa, terutama Sumatera, Sulawesi, dan Maluku. Apa yang diketahui adalah bahwa Belanda menguasai suatu wilayah yang disebut Hindia (Timur) Belanda (Nederlandsch Oost-Indie), tetapi sejarah penjajahan dan nasib suku-suku bangsa yang ada di wilayah itu bermacam-macam, begitu pula kebudayaannya. Dengan demikian, sekali lagi pada awalnya Budi Utomo memang memusatkan perhatiannya pada penduduk yang mendiami Pulau Jawa dan Madura saja karena, menurut anggapan para pemuda itu, penduduk Pulau Jawa dan Madura terikat oleh kebudayaan yang sama.
Kemudian, pada artikel di bawahnya, dituliskan bahwa pada masa itu pula muncul Sarekat Islam, yang pada awalnya dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi para pedagang besar maupun kecil di Solo dengan nama Sarekat Dagang Islam, untuk saling memberi bantuan dan dukungan. Tidak berapa lama, nama itu diubah oleh, antara lain, Tjokroaminoto, menjadi Sarekat Islam, yang bertujuan untuk mempersatukan semua orang Indonesia yang hidupnya tertindas oleh penjajahan. Sudah pasti keberadaan perkumpulan ini ditakuti orang Belanda. Munculnya gerakan yang bersifat politik semacam itu rupanya yang menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan perjuangan orang Indonesia diambil alih oleh Sarekat Islam dan Indische Partij karena dalam arena politik Budi Utomo memang belum berpengalaman.
Dari sini saja, kita bisa melihat bahwa perjuangan Boedhi Oetomo masih bersifat kedaerahan, dan perjuangan SI sudah bersifat nasional. Masih menurut wikipedia, Sarekat Islam ini awalnya berdiri dengan nama Sarekat Dagang Islam (SDI) pada tahun 1909 oleh Tirto Adhi Soerjo di Jakarta. Pada tahun 1911 SDI membuka cabang di Bogor dan di tahun yang sama, Haji Samanhudi, seorang pedagang batik di Surakarta, bergabung dengan SI, dan dalam waktu singkat SI memiliki cabang di beberapa kota, termasuk Surabaya.
Tapi menurut Buku “Seabad Kontroversi Sejarah”, Sarikat Islam (SI) lahir pada tahun 1905. Tepatnya 16 Oktober 1905.
Dari sinipun, kita bisa menyimpulkan organisasi mana yang lebih tepat dianggap sebagai momentum pergerakan kebangkitan NASIONAL.
Ironisnya, menurut Kartodirdjo di buku tersebut, dalam menghadapi masalah itu pemerintah Hindia Belanda hanya mengizinikan SI sebagai organisasi lokal, sehingga Si satu dan Si lainnya saling terisolasi. Dengan demikian SI terpecah-belah dan tidak dapat berkembang sebagai gerakan nasional lagi. Dari sinilah proses pengukuhan awal Harkitnas bercampur dengan politik. Karena BU pernah sukses dalam mencanangkan politik etis atau dalam mencanangkan pendidikan tanpa terjun ke politik praktis, maka Gubernur Jenderal Van Heutsz menyambut baik BU. Kemudian pada bulan Desember 1909 organisasi tersebut dinyatakan sebagai organisasi yang sah oleh pemerintah Hindia Belanda. Sementara SI dipandang sebagai gerakan yang berbahaya. Ironisnya, pandangan serupa masih terus berlanjut hingga era orde baru.
Ada lagi temuan yang menarik, ternyata beberapa pendiri BO adalah anggota sekte Yahudi Freemansory Belanda. Seperti saya kutip dari EraMuslim, Ketua pertama BO yakni Raden Adipati Tirtokusumo, Bupati Karanganyar, adalah seorang anggota Freemasonry. Dia aktif di Loge Mataram sejak tahun 1895. Sekretaris BO (1916), Boediardjo, juga seorang Mason yang mendirikan cabangnya sendiri yang dinamakan Mason Boediardjo. Hal ini dikemukakan dalam buku “Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764–1962” (Dr. Th. Stevens), sebuah buku yang dicetak terbatas dan hanya diperuntukan bagi anggota Mason Indonesia.
Tapi, ya biarlah. Ini kan sekedar hari peringatan. Lagian kita bangsa kita memang memiliki budaya selalu ada hari peringatan. Bahkan kalau mau dihitung, mungkin setiap hari itu ada hari peringatan. Andaikan setiap hari peringatan itu wajib mengikuti upacara bendera, mungkin hampir tiap hari kita akan melakukan upacara bendera. Beberapa orang yang malas mungkin akan membolos dan ngopi di warung sebelah.
Untunglah perayaan Harkitnas besok malam itu dikonsep perayaan, jadi kemungkinan besar acaranya lebih ke fun. Mungkin akan dipenuhi tari-tarian, konser musik dan berbagai atraksi seni. Jadi, daripada mbolos di warung sebelah mungkin tidak ada salahnya ikut menonton. Mungkin di warung juga ada televisi, jadi nonton pun tambah gayeng.
Gayeng menyambut kebangkitan harga BBM yang akan melambung.
Gayeng menyambut kebangkitan angka kemiskinan yang mungkin akan terus bertambah.
Gayeng menyambut kebangkitan angka kriminalitas yang mungkin akan semakin tinggi.
Gayeng menyambut kebangkitan harga pendidikan yang semakin mahal.
Ya. Mari kita merayakan semua kebangkitan ini :)
COMMENTS