[caption id=”” align=”alignnone” width=”423" caption=”Naik kapal bermuatan penuh”] [/caption] Akhir pekan kemarin (6–7 Februari), komun...
[caption id=”” align=”alignnone” width=”423" caption=”Naik kapal bermuatan penuh”]
[/caption]
Akhir pekan kemarin (6–7 Februari), komunitas Indobackpacker (IBP) mengadakan gathering di Pulau Sebesi. Sebelumnya, jauh-jauh hari mereka sudah mengumumkan di milis. Saya bukan (atau belum) menjadi anggota milis hingga seorang teman memberi tahu acara tersebut lewat email. Batas pendaftaran tanggal 22 Januari. Sekitar 1 hari sebelumnya teman saya akan mendaftar, tetapi panitianya bilang kalau pendaftaran sudah ditutup karena sudah memenuhi kuota. Beberapa teman memang pingin ikut, termasuk saya yang juga tertarik. Akhirnya kami yang berjumlah tujuh orang (Zam, Nila, Bunga, Fame, Yudi, Mawan dan saya) memutuskan untuk membentuk group sendiri, dengan tujuan yang sama, hanya acaranya berbeda.
Setelah bersusah payah menempuh perjalanan selama semalam, kami dan para peserta dari IBP sampai juga di Pulau Sebesi, Kabupaten Lampung Selatan. Pulau dengan luas 2620 ha dan berpenghuni sekitar 2.500 jiwa ini terletak di mulut Teluk Lampung, berdekatan dengan Kepulauan Krakatau. Sayangnya, komunitas IBP tidak ada memiliki rencana untuk pergi ke Krakatau karena tujuan mereka memang hanya untuk gathering menjalin silaturahmi sesama anggota di Pulau Sebesi.
Karena tidak masuk dalam acara mereka, kami lebih bebas menentukan acara sendiri. Termasuk teman yang tercetus ide untuk mengunjungi Krakatau. “Kapan lagi? Belum tentu nanti bisa ke sini lagi,” begitu kurang lebih alasannya. Dan memang Krakatau merupakan salah daerah yang ingin sekali dikunjungi. Setelah menanyakan tarif ke pengelola Pulau Sebesi, akhirnya kami memutuskan untuk menuju ke sana meskipun harganya lumayan mahal, Rp. 1.400.000 untuk sewa kapal plus seorang ranger.
[caption id=”” align=”alignnone” width=”423" caption=”Pantai di Krakatau”]
[/caption]
Sekitar jam 1.30 siang kami berangkat berlayar menuju Krakatau dengan perjalanan yang ditempuh sekitar 2 jam.Sampai di sana, kami disambut dengan panorama pantai yang sangat indah.
[caption id=”” align=”alignnone” width=”423" caption=”Pantai di Krakatau”]
[/caption]
Seperti sudah diketahui, Gunung Krakatau meletus dengan sangat dahsyat pada tahun 1883. Letusan itu sangat dahsyat, awan panas dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai sebelum tanggal 26 Desember 2004 (Tsunami Aceh), tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia. Suara letusan itu terdengar sampai di Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II. Dahsyatnya ledakan itu membuat Gunung Krakatau sirna. Tetapi anehnya, lahir gunung baru yang muncul dari dalam perut bumi yang kemudian dinamai Anak Krakatau. Orang luar sering menyebut Krakatau dengan Krakatoa.
Ranger yang mengantar kami bilang bahwa karakteristik Krakatau itu akan membesar dan kemudian meledakkan dirinya. Kemungkinan, Anak Krakatau ini pun akan terus membesar dan meledakkan dirinya, suatu saat nanti, entah kapan.
Ketika memasuki pulau, beberapa orang terlihat berkemah mendirikan tenda di sana. Kami pun segera naik ke atas, meskipun tidak sampai ke puncak Anak Krakatau karena memang tidak diperbolehkan. Gas belerangnya terlalu berbahaya. Cukup melelahkan juga naik ke atas dengan tanah berpasir dan bebatuan. Untung saja pada saat itu masih termasuk musim penghujan sehingga tidak terlalu panas.
[caption id=”” align=”alignnone” width=”423" caption=”Naik ke Krakatau”]
[/caption]
[caption id=”” align=”alignnone” width=”423" caption=”Sedikit bukti bahwa pernah kemari :D”]
[/caption]
[caption id=”” align=”alignnone” width=”423" caption=”Merenung”]
[/caption]
Rencananya, kami ingi memunggu sunset saat berada di atas, di depan anak gunung Krakatau.Tetapi melihat situasi kondisi yang sepertinya tidak memungkinkan, karena kami harus kembali ke Pulau Sebesi dan suasananya sunset sepertinya juga kurang bagus karena terhalang gunung, maka kami pun memutuskan pulang, setelah berenang sebentar di pantai. Di tengah perjalanan pulang, hari sudah sore, matahari sudah mau tenggelam. Dan kami diperlihatkan suasana senja yang luar biasa. Maha karya dari Sang Pencipta. Sungguh kami takjub dengan suasana sunset yang sangat indah. Bahkan kamera saya (yang mungkin juga keterbatasan ilmu saya) tidak mampu menangkap suasana sunset yang sempurna.
[caption id=”” align=”alignnone” width=”423" caption=”Sunset di Krakatau”]
[/caption]
[caption id=”” align=”alignnone” width=”423" caption=”Mengagumi indahnya senja”]
[/caption]
Sesampai di Pulau Sebesi, hari sudah malam dan gelap gulita karena pada waktu itu pemadaman listrik secara bergilir. Untung saja di tempat penginapan kami di rumah penduduk dipasang genset sehingga tetap ada sinar lampu. Paginya, jam 6 saya bangun, agak kesiangan memang. Untungnya Sebesi masih daerah agak barat. Sehabis subuh, saya langsung berlari menuju ke dermaga untuk melihat matahari terbit. Untungnya masih dapat sedikit momen sunrise meskipun hanya sebentar.
[caption id=”” align=”alignnone” width=”423" caption=”Sunrise di Sebesi”]
[/caption]
Sekitar jam 8 setelah sarapan nasi uduk, acara selanjutnya adalah berenang di pantai. Tetapi sebelum memulai aktivitas ini, kami berjalan-jalan dulu mengagumi indahnya pantai ini. Ingin sebenarnya ke Pulau Umang-umang yang letaknya persis di depan pulau Sebesi, yang katanya seindah di Bangka Belitung. Tetapi karena kocek yang sudah tidak mencukupi, kami hanya bisa menikmatinya dari kejauhan.
[caption id=”” align=”alignnone” width=”423" caption=”Anak pantai sedang berenang”]
[/caption]
[caption id=”” align=”alignnone” width=”423" caption=”Pulau Sebesi, dari jauh terlihat pulau Umang-umang”]
[/caption]
[caption id=”” align=”alignnone” width=”423" caption=”Pantai Pulau Sebesi”]
[/caption]
Sekitar jam 1, kami pulang meninggalkan Pulau Sebesi. Satu setengah jam sampai di dermaga Canting, Lampung dan menunggu lebih dari satu jam angkot jemputan yang mengantar kami ke Pelabuhan Bakauheni. Setelah itu langsung naik ke Kapal Fery Raja Basa. Di tengah perjalanan, lagi-lagi kami berjumpa dengan sunset yang menawan.
[caption id=”” align=”alignnone” width=”423" caption=”Sunset di Selat Sunda di atas kapal Fery”]
[/caption]
Ohhh what a wonderful journey. Masih banyak yang bisa diceritakan dan sepertinya tidak selalu cukup untuk mewakili keindahan alam yang telah kami jelajahi. Sedikit foto tersebut mungkin bisa sedikit menceritakan.
COMMENTS