Menjamurnya tablet media memberi peluang baru bagi penerbit untuk menjual konten secara digital. Tahun 2011, banyak sekali tablet bermuncul...
Menjamurnya tablet media memberi peluang baru bagi penerbit untuk menjual konten secara digital.
Tahun 2011, banyak sekali tablet bermunculan ke pasar.
Sebagai kategori baru yang posisinya berada di antara ponsel dan notebook, segmen produk ini diincar oleh dua industri besar ponsel dan komputer. Bermula dari Apple yang sukses meluncurkan iPad, banyak vendor yang ikut terjun dalam kancah kompetisi tablet. Samsung merilis Galaxy Tab yang cukup sukses sebagai pesaing terkuat iPad. Motorola tampil percaya diri dengan Xoom. Acer ikut menjual Iconia. Asus tampil unik dengan EEE Pad Transformer dan seterusnya. Gelombang tablet seperti tak bisa ditekan. Beberapa vendor lokalpun ikut menjualnya.
Laporan terbaru dari DisplaySearch memperkirakan hampir 56 juta tablet akan diproduksi selama tahun 2011. Peningkatannya mencapai 200 persen dibanding tahun 2010. Pundi-pundi yang dikeruk dari tabletpun cukup berkilau. Strategy Analytics meramalkan pendapatan global tablet yang diperoleh vendor mencapai US$ 49 milyar di tahun 2015. Amerika Utara, Asia Pasifik dan Eropa Barat menjadi regional yang paling bernilai untuk vendor tablet. Benar yang diasumsikan oleh Strategy Analytics.
Indonesia yang merupakan salah satu negara berkembang di Asia Pasifik sekarang sudah diramaikan oleh tablet. Tetapi, akankah pendapatan besar dari tablet hanya akan dinikmati oleh produsen tablet saja? Seharusnya tidak, karena tablet telah membentuk ekosistem baru yang didesain sebagai content consumption. Layarnya yang berukuran besar dari 7 inchi sampai 10 inchi membuat pengguna bisa menikmati konten lebih nyaman dibanding pada ponsel. "PC tablet akan menjadi tren dan banyak dipakai oleh pengguna, terutama di kota besar untuk membaca e-paper dan e-maga-zine," kata Ferrij Lumoring, Senior Vice President Jatis Group.
Pada tablet, konten yang lebih laku adalah yang enak dilihat di layar besar seperti media cetak dalam bentuk digital, film, game dan aplikasi. Konten tersebut menjadi salah satu nilai jual dari tablet yang dipasarkan. Di Indonesia, perusahaan penerbitan menjadi seperti anak emas yang ditawari untuk menjual konten digital. Samsung yang merilis Galaxy Tab menggandeng Kompas Gramedia dan Grup MRA. Kemudian OlivePad yang bekerjasama dengan content provider Jatis Mobile untuk menyediakan e-paper, e-magazine dan buku pelajaran digital.
Tidak ketinggalan perusahaan software seperti Apps Foundry yang merilis aplikasi Scoop berisi majalah untuk iPad. Juga Phase Dev yang meluncurkan aplikasi Wayang Force untuk iPad dan Android. XL sebagai operator telekomunikasi ikut berjualan konten dengan meluncurkan layanan XL Baca yang telah dibundling pada tablet Huawei S7. Mereka bekerjasama dengan Kompas Gramedia, Mizan Digital Publishing, MRA Printed Media, Tempo, Jakarta Post, dan Tiga Serangkai. Bahkan Kompas sampai berani mengembangkan sistem sendiri untuk menjual konten digital.
Sejak Mei 2011, harian terbesar di Indonesia tersebut menerapkan sistem berbayar pada e-paper Kompas untuk iPad. Edi Taslim, Vice Business Director Kompas.com mengaku tidak khawatir pembaca koran Kompas akan berkurang karena beralih ke versi digital. Karena teknologi dan informasi berjalan berdampingan sehingga penerbit juga harus menyesuaikan dengan tren teknologi terbaru. “Ada medium baru untuk mengonsumsi informasi atau media,” kata Edi. Dari kondisi di atas, terlihat semua pihak berebutan untuk menjual konten. Bagaimana cara agar konten yang dijualnya laku? Macala Wright Lee, Pendiri situs FashionablyMarketing.Met memberi saran untuk yang ingin memonetisasi konten digital. “Kesuksesan berkaitan langsung dengan kualitas konten,” ujarnya.
Mengutip studi dari eMarketer, jika publikasi memiliki konten yang konsumen bernilai dan berguna, mereka akan bersedia membayar. Penerbit harus mencari tahu berapa banyak konsumen yang bersedia untuk membayar dan menetapkan harga yang murah sesuai kemampuan.Versi digital dari sebuah media cetak sebaiknya juga memiliki nilai tambah yang memanfaatkan kecanggihan teknologi tablet. Jadi tidak sekadar dalam bentuk PDF saja, tetapi juga menyediakan konten interaktif dan pengoperasian yang user-friendly.
![]() |
Majalah masuk tablet. /img: idsgn.org |
Sebagai kategori baru yang posisinya berada di antara ponsel dan notebook, segmen produk ini diincar oleh dua industri besar ponsel dan komputer. Bermula dari Apple yang sukses meluncurkan iPad, banyak vendor yang ikut terjun dalam kancah kompetisi tablet. Samsung merilis Galaxy Tab yang cukup sukses sebagai pesaing terkuat iPad. Motorola tampil percaya diri dengan Xoom. Acer ikut menjual Iconia. Asus tampil unik dengan EEE Pad Transformer dan seterusnya. Gelombang tablet seperti tak bisa ditekan. Beberapa vendor lokalpun ikut menjualnya.
Laporan terbaru dari DisplaySearch memperkirakan hampir 56 juta tablet akan diproduksi selama tahun 2011. Peningkatannya mencapai 200 persen dibanding tahun 2010. Pundi-pundi yang dikeruk dari tabletpun cukup berkilau. Strategy Analytics meramalkan pendapatan global tablet yang diperoleh vendor mencapai US$ 49 milyar di tahun 2015. Amerika Utara, Asia Pasifik dan Eropa Barat menjadi regional yang paling bernilai untuk vendor tablet. Benar yang diasumsikan oleh Strategy Analytics.
Indonesia yang merupakan salah satu negara berkembang di Asia Pasifik sekarang sudah diramaikan oleh tablet. Tetapi, akankah pendapatan besar dari tablet hanya akan dinikmati oleh produsen tablet saja? Seharusnya tidak, karena tablet telah membentuk ekosistem baru yang didesain sebagai content consumption. Layarnya yang berukuran besar dari 7 inchi sampai 10 inchi membuat pengguna bisa menikmati konten lebih nyaman dibanding pada ponsel. "PC tablet akan menjadi tren dan banyak dipakai oleh pengguna, terutama di kota besar untuk membaca e-paper dan e-maga-zine," kata Ferrij Lumoring, Senior Vice President Jatis Group.
Pada tablet, konten yang lebih laku adalah yang enak dilihat di layar besar seperti media cetak dalam bentuk digital, film, game dan aplikasi. Konten tersebut menjadi salah satu nilai jual dari tablet yang dipasarkan. Di Indonesia, perusahaan penerbitan menjadi seperti anak emas yang ditawari untuk menjual konten digital. Samsung yang merilis Galaxy Tab menggandeng Kompas Gramedia dan Grup MRA. Kemudian OlivePad yang bekerjasama dengan content provider Jatis Mobile untuk menyediakan e-paper, e-magazine dan buku pelajaran digital.
Tidak ketinggalan perusahaan software seperti Apps Foundry yang merilis aplikasi Scoop berisi majalah untuk iPad. Juga Phase Dev yang meluncurkan aplikasi Wayang Force untuk iPad dan Android. XL sebagai operator telekomunikasi ikut berjualan konten dengan meluncurkan layanan XL Baca yang telah dibundling pada tablet Huawei S7. Mereka bekerjasama dengan Kompas Gramedia, Mizan Digital Publishing, MRA Printed Media, Tempo, Jakarta Post, dan Tiga Serangkai. Bahkan Kompas sampai berani mengembangkan sistem sendiri untuk menjual konten digital.
Sejak Mei 2011, harian terbesar di Indonesia tersebut menerapkan sistem berbayar pada e-paper Kompas untuk iPad. Edi Taslim, Vice Business Director Kompas.com mengaku tidak khawatir pembaca koran Kompas akan berkurang karena beralih ke versi digital. Karena teknologi dan informasi berjalan berdampingan sehingga penerbit juga harus menyesuaikan dengan tren teknologi terbaru. “Ada medium baru untuk mengonsumsi informasi atau media,” kata Edi. Dari kondisi di atas, terlihat semua pihak berebutan untuk menjual konten. Bagaimana cara agar konten yang dijualnya laku? Macala Wright Lee, Pendiri situs FashionablyMarketing.Met memberi saran untuk yang ingin memonetisasi konten digital. “Kesuksesan berkaitan langsung dengan kualitas konten,” ujarnya.
Mengutip studi dari eMarketer, jika publikasi memiliki konten yang konsumen bernilai dan berguna, mereka akan bersedia membayar. Penerbit harus mencari tahu berapa banyak konsumen yang bersedia untuk membayar dan menetapkan harga yang murah sesuai kemampuan.Versi digital dari sebuah media cetak sebaiknya juga memiliki nilai tambah yang memanfaatkan kecanggihan teknologi tablet. Jadi tidak sekadar dalam bentuk PDF saja, tetapi juga menyediakan konten interaktif dan pengoperasian yang user-friendly.
COMMENTS