Teknologi di smartphone yang semakin maju berpotensi menjadi satelit. Biaya pembuatan yang lebih murah juga menjadi alasan para peneliti ber...
Teknologi di smartphone yang semakin maju berpotensi menjadi satelit. Biaya pembuatan yang lebih murah juga menjadi alasan para peneliti berusaha mengembangkannya.
Perkembangan teknologi mobile yang sangat cepat menandai lahirnya era konvergensi. Seperti diketahui, ponsel sekarang tidak sekadar perangkat komunikasi, tetapi bersifat multifungsi. Pengguna bisa memotret, menonton video, mendengar lagu, merekam, menonton TV, menjelajah internet, bermain game dan sebagainya. Tetapi menjadikan ponsel sebagai satelit sungguh di luar dugaan kebanyakan orang. Percobaan tersebut sedang dilakukan di Inggris oleh peneliti dari University of Surrey bekerjasama dengan perusahaan pembuat satelit Surrey Satellite Technology Ltd (SSTL). Mereka berinisiatif memanfaatkan kemajuan teknologi untuk membuat biaya satelit menjadi lebih murah. Pilihan tersebut jatuh ke smartphone.
Menurut SSTL, smartphone memiliki komponen seperti yang digunakan pada sistem satelit, tetapi dengan bentuk yang kecil dan ringan. Komponen yang dimaksud diantaranya adalah sensor, kamera video, sistem GPS, radio Wi-Fi, catu daya mandiri, antarmuka input-output, dan komunikasi radio. Kemungkinan untuk menjadi satelit itu semakin besar setelah prosesor yang semakin cepat 1 GHz dan memori dengan kapasitas besar. Bedanya dengan smartphone, satelit membutuhkan hardware yang telah dirancang khusus pada tingkatan CPU. Perangkat ini memiliki ketahanan memadai untuk berada di ruang angkasa. Proses perancangan dan pembuatan satelit membutuhkan biaya besar.
Karena alasan tersebut, mereka membuat proyek mengembangkan satelit mini dengan sebutan STRaND-1 (Surrey Training Research and Nanosatellite Demonstrator) yang memanfaatkan smartphone. Sebuah komputer yang kuat yang dibangun di Surrey Space Centre (SSC) untuk menguji statistik vital ponsel saat di ruang angkasa terutama mengenai ketahanan.
Komputer akan memeriksa komponen ponsel baik yang beroperasi normal maupun mengalami kerusakan saat orbit. Kemudian melakukan recovery. Mereka tidak melakukan perubahan pada smartphone. SSTL hanya mengaitkan pada sirkuit satelit dengan menggunakan konektor standard dan memasang aplikasi tertentu di sistem ponsel. Kamera akan dipasang di dalam STRaND 1 yang menghadap ke layar smartphone untuk memastikan satelit berfungsi dengan baik dan mepermudah pengawasan. Setelah semua pengujian selesai, komputer mikro dimatikan dan smartphone akan digunakan untuk mengoperasikan bagian dari satelit. Smartphone akan mengatur posisi dengan mengunakan fungsi GPS, lalu mengendalikannya dengan sensor gyro dan plasma jet mini. Gambar dan pesan yang diambil dari ponsel di orbitnya akan dikirim kembali ke bumi melalui sistem radio.
SSTL tidak menyebutkan secara jelas apa handset yang digunakan pada percobaan tersebut. Tetapi mereka memilih platform Android. Ini hanya soal pilihan. Karena jika melihat syarat yang dibutuhkan, iPhone 4 juga memenuhinya. Hanya saja, menggunakan Android memungkinkan para insinyur lebih mudah memodifikasi ponsel sesuai keinginan. Dari mengendalikan pendorong denyut plasma hingga menangani petunjuk tingkat lanjut. Termasuk sistem navigasi satelit kaki panjang. Ponsel Android yang sudah diuji dinyatakan lolos. Ponsel tersebut diperkirakan akan tahan berada di ruang angkasa selama setahun berfungsi tanpa henti. Targetnya, peluncuran pertama yang akan diselenggarakan kuartal ketiga tahun ini akan berjalan dengan baik.
Menggunakan sistem operasi terbuka seperti Android berarti memungkinkan developers untuk membuat aplikasi untuk satelit. Diharapkan, banyak aplikasi atau teknologi pendukung yang memanfaatkan keberadaan satelit tersebut. Hal ini diamini oleh Chris Bridges, ketua tim peneliti STRaND-1, yang optimis dengan proyek satelit berbasis smartphone. “Jika smartphone terbukti bisa bekerja di luar angkasa, maka akan terbuka jalan terhadap hadirnya banyak teknologi baru. Ini menjadi tantangan nyata dalam industri,” ujarnya dalam rilis pers (24/1/2011).
Selain membuka peluang hadirnya teknologi baru, dampak lain adalah penghematan biaya yang signifikan. Bagi perusahaan bergerak di bidang yang terkait dengan angkasa luar, teknologi satelit STRaND-1 ini memungkinkan tetap berkomunikasi dengan biaya terjangkau. Untuk misi-misi sederhana, cukup menggunakan smartphone sebagai satelit. Model smartphone yang akan digunakan tergolong standard dengan harga di kisaran Rp 4.000.000. “Seluruh proyek, termasuk biaya produksi dan peluncurannya ke luar angkasa nantinya, diperkirakan di bawah US$397 ribu,” ucap Bridges. Biaya pembuatan sebesar Rp3,5 miliar hampir sama dengan harga 1 rumah mewah, terhitung murah untuk proyek satelit. Tetapi manfaatnya jauh lebih besar.
Perkembangan teknologi mobile yang sangat cepat menandai lahirnya era konvergensi. Seperti diketahui, ponsel sekarang tidak sekadar perangkat komunikasi, tetapi bersifat multifungsi. Pengguna bisa memotret, menonton video, mendengar lagu, merekam, menonton TV, menjelajah internet, bermain game dan sebagainya. Tetapi menjadikan ponsel sebagai satelit sungguh di luar dugaan kebanyakan orang. Percobaan tersebut sedang dilakukan di Inggris oleh peneliti dari University of Surrey bekerjasama dengan perusahaan pembuat satelit Surrey Satellite Technology Ltd (SSTL). Mereka berinisiatif memanfaatkan kemajuan teknologi untuk membuat biaya satelit menjadi lebih murah. Pilihan tersebut jatuh ke smartphone.
Menurut SSTL, smartphone memiliki komponen seperti yang digunakan pada sistem satelit, tetapi dengan bentuk yang kecil dan ringan. Komponen yang dimaksud diantaranya adalah sensor, kamera video, sistem GPS, radio Wi-Fi, catu daya mandiri, antarmuka input-output, dan komunikasi radio. Kemungkinan untuk menjadi satelit itu semakin besar setelah prosesor yang semakin cepat 1 GHz dan memori dengan kapasitas besar. Bedanya dengan smartphone, satelit membutuhkan hardware yang telah dirancang khusus pada tingkatan CPU. Perangkat ini memiliki ketahanan memadai untuk berada di ruang angkasa. Proses perancangan dan pembuatan satelit membutuhkan biaya besar.
Karena alasan tersebut, mereka membuat proyek mengembangkan satelit mini dengan sebutan STRaND-1 (Surrey Training Research and Nanosatellite Demonstrator) yang memanfaatkan smartphone. Sebuah komputer yang kuat yang dibangun di Surrey Space Centre (SSC) untuk menguji statistik vital ponsel saat di ruang angkasa terutama mengenai ketahanan.
Komputer akan memeriksa komponen ponsel baik yang beroperasi normal maupun mengalami kerusakan saat orbit. Kemudian melakukan recovery. Mereka tidak melakukan perubahan pada smartphone. SSTL hanya mengaitkan pada sirkuit satelit dengan menggunakan konektor standard dan memasang aplikasi tertentu di sistem ponsel. Kamera akan dipasang di dalam STRaND 1 yang menghadap ke layar smartphone untuk memastikan satelit berfungsi dengan baik dan mepermudah pengawasan. Setelah semua pengujian selesai, komputer mikro dimatikan dan smartphone akan digunakan untuk mengoperasikan bagian dari satelit. Smartphone akan mengatur posisi dengan mengunakan fungsi GPS, lalu mengendalikannya dengan sensor gyro dan plasma jet mini. Gambar dan pesan yang diambil dari ponsel di orbitnya akan dikirim kembali ke bumi melalui sistem radio.
SSTL tidak menyebutkan secara jelas apa handset yang digunakan pada percobaan tersebut. Tetapi mereka memilih platform Android. Ini hanya soal pilihan. Karena jika melihat syarat yang dibutuhkan, iPhone 4 juga memenuhinya. Hanya saja, menggunakan Android memungkinkan para insinyur lebih mudah memodifikasi ponsel sesuai keinginan. Dari mengendalikan pendorong denyut plasma hingga menangani petunjuk tingkat lanjut. Termasuk sistem navigasi satelit kaki panjang. Ponsel Android yang sudah diuji dinyatakan lolos. Ponsel tersebut diperkirakan akan tahan berada di ruang angkasa selama setahun berfungsi tanpa henti. Targetnya, peluncuran pertama yang akan diselenggarakan kuartal ketiga tahun ini akan berjalan dengan baik.
Menggunakan sistem operasi terbuka seperti Android berarti memungkinkan developers untuk membuat aplikasi untuk satelit. Diharapkan, banyak aplikasi atau teknologi pendukung yang memanfaatkan keberadaan satelit tersebut. Hal ini diamini oleh Chris Bridges, ketua tim peneliti STRaND-1, yang optimis dengan proyek satelit berbasis smartphone. “Jika smartphone terbukti bisa bekerja di luar angkasa, maka akan terbuka jalan terhadap hadirnya banyak teknologi baru. Ini menjadi tantangan nyata dalam industri,” ujarnya dalam rilis pers (24/1/2011).
Selain membuka peluang hadirnya teknologi baru, dampak lain adalah penghematan biaya yang signifikan. Bagi perusahaan bergerak di bidang yang terkait dengan angkasa luar, teknologi satelit STRaND-1 ini memungkinkan tetap berkomunikasi dengan biaya terjangkau. Untuk misi-misi sederhana, cukup menggunakan smartphone sebagai satelit. Model smartphone yang akan digunakan tergolong standard dengan harga di kisaran Rp 4.000.000. “Seluruh proyek, termasuk biaya produksi dan peluncurannya ke luar angkasa nantinya, diperkirakan di bawah US$397 ribu,” ucap Bridges. Biaya pembuatan sebesar Rp3,5 miliar hampir sama dengan harga 1 rumah mewah, terhitung murah untuk proyek satelit. Tetapi manfaatnya jauh lebih besar.
COMMENTS