Jepang sedang dihebohkan oleh masalah pelik. Bukan lagi oleh gempa bumi, melainkan skandal yang terjadi di tubuh perusahaan multi nasional O...
Jepang sedang dihebohkan oleh masalah pelik. Bukan lagi oleh gempa bumi, melainkan skandal yang terjadi di tubuh perusahaan multi nasional Olympus. Masa depan produsen kamera tersebut kian suram. Alih-alih menyibukkan diri dengan berbagai inovasi kamera mutakhir, perusahaan tersebut justru terbelit oleh kasus memalukan. Perusahaan yang sudah berumur 92 tahun ini mengaku telah menyembunyikan kerugian investasi di perusahaan sekuritas selama puluhan tahun sejak era 1980-an. Selama kurun waktu dua dekade, Olympus membuat laporan palsu seolah-olah perusahaannya dalam keadaan sehat. Olympus juga menutupi kerugiannya dengan menyelewengkan dana akuisisi. Pengumuman tersebut adalah buntut dari tuntutan Michael Woodford, mantan CEO Olympus yang dipecat pertengahan Oktober silam. Woodford meminta Olympus menjelaskan transaksi mencurigakan sebesar US$ 1,3 miliar atau sekitar Rp 11 triliun.
Olympus menemukan sejumlah dana mencurigakan terkait akuisisi produsen peralatan medis asal Inggris, Gyrus, pada tahun 2008 senilai US$ 2,2 miliar (Rp 18,7 triliun). Kasus mencurigakan ini juga melibatkan biaya penasihat US 687 juta (Rp 5,83 triliun) dan pembayaran kepada tiga perusahaan investasi lokal US$ 773 juta (Rp 6,57 triliun). Dana-dana tersebut ternyata digunakan untuk menutupi kerugian investasi di masa lalu. Sehingga terlihat jelas ketika dalam beberapa bulan kemudian, pembayaran kepada tiga perusahaan investasi lokal itu dihapus dari buku. Olympus juga mengaku menyelewengkan sejumlah dana akuisisi tersebut dengan disalurkan ke banyak perusahaan investasi supaya tidak mudah terdekteksi. Praktik ini kabarnya lazim dilakukan perusahaan-perusahaan Jepang setelah krisis ekonomi Jepang tahun 1990 lalu.
Kasus pelik ini dipastikan akan menyeret Olympus, beserta para direksi dan akuntannya kena tuntutan pidana untuk pasal manipulasi laporan keuangan dari para pemegang sahamnya. Shuichi Takayama, Presiden Direktur Olympus menuding Tsuyoshi Kikukawa, yang mundur dari jabatan Presiden dan Komisaris Olympus pada 26 Oktober lalu sebagai pihak yang bertanggung jawab. Sedangkan Wakil Presiden Direktur Hisashi Mori dan auditor internal Hideo Yamada bertanggung jawab sebagai pihak yang menutup-nutupi. Keduanya menyatakan siap jika dituntut hukuman pidana. Takayama yang mengaku tidak mengetahui kasus ini sejak jabatan Presiden Direktur diserahkan oleh Kikukawa kepadanya.
Pengumuman mengagetkan tersebut membuat saham perusahaan jatuh 29% ke posisi terendahnya dalam 16 tahun terakhir. Olympus sudah kehilangan 70% nilai pasarnya yang setara Rp 5,1 triliun sejak ditinggal Woodford. Pihak Olympus mengaku masih akan menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut sebelum menyatakan apakah ada pihak lain yang ikut terlibat. Tak ada yang perlu ditutupi lagi, bahkan website yang bisa menjadi imej perusahaanpun tak lagi menampilkan produk-produk kamera andalan di halaman depan, melainkan pengumuman dari kasus ini.
Banyak analis yang mempertanyakan masa depan perusahaan. Ada yang menganalisa kemungkinan terburuknya adalah saham Olympus bisa dikeluarkan dari bursa sehingga masa depan perusahaan menjadi sangat suram. Bahkan ada juga kemungkinan untuk menjual Divisi Kamera yang selama ini membesarkannya. Keputusan pahit mungkin terpaksa harus dilakukan. Apalagi skandal tersebut dianggap sebagai yang terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah korporasi di Jepang. Bahkan perdana menteri Yoshihiko Noda menyebut skandal ini telah merusak citra perusahaan Jepang di dunia. Berbagai isu juga terus bermunculan. Diantaranya adalah kemungkinan adanya hubungan dengan sindikat mafia Jepang paling terkenal di dunia, Yakuza. Broker finansial yang membantu Olympus menutupi kerugian investasi kabarnya ada keterlibatan tak langsung dengan Yakuza. Wah… Bisa-bisa para pecinta kamera Olympus bakal berganti haluan nih.
COMMENTS